Engkau Mulia Bila Menaati-Nya
Advertisement
FIQH AKTUAL | Bagi seorang istri, suami adalah cinta yang terpilih. Seorang imam yang mungkin hadir melalui penantian panjang dan jalan berkelok. Seorang pria yang harus istri cintai sepenuh hati. Seorang pemimpin rumah tangga tempat khidmat dan pengabdian istri.
Suami, adalah sosok yang setiap istri harapkan menemani sepanjang hidup. Membimbing dan mendidik penuh kasih sayang selama di dunia. Mengayomi dan melindungi dari segala macam marabahaya.
Namun, setiap istri pun harus menyadari. Suami hanya manusia biasa yang tak akan pernah sempurna. Ia punya banyak kelemahan dan keterbatasan. Bukan manusia yang selalu kuat menjaga. Bukan manusia hebat yang tak pernah berbuat salah dan dosa. Bukan manusia yang selalu ada di sisi kita. Ia suatu saat nanti pasti akan pergi, berpisah dengan kita. Mungkin oleh takdir perceraian atau kematian. Mungkin kita duluan yang akan pergi dari kefanaan dunia, atau bisa juga sang suami yang terlebih dahulu memenuhi janji bertemu denganNya. Tak ada yang tahu. Takdir adalah sebuah misteri yang kita tak akan pernah mampu menyibak tirainya sekalipun dengan himmah yang kuat.
Tak ada satupun pasangan suami istri yang ingin terpisah. Pasti menginginkan cinta yang langgeng, pernikahan yang berkah, penuh samara dan selalu dalam kebersamaan selama-lamanya. Tapi kita manusia, bukanlah makhluk yang abadi. Suatu saat pun pasti harus kembali ke asal.
Dalam takdir pertemuan sepasang anak manusia, ada pula takdir perpisahan yang mengikuti. Apalagi bagi seorang istri, kapanpun seorang suami bebas menggunakan hak talaknya jika ia menghendaki, bahkan sekalipun tanpa adanya sebab. Kematian pun bisa datang kapan saja, tiba-tiba dan tanpa tanda.
Pada dasarnya manusia hidup hanyalah sedang menari dalam alunan takdir. Ujian baik musibah maupun kesenangan akan datang silih berganti. Hari ini mungkin wanita diuji dengan kehadiran suami idaman hati. Hidupnya penuh kebahagiaan dan kesenangan. Masa-masa menjadi pengantin baru begitu indah dirasakan. Esok lusa bisa jadi semua berubah. Kenikmatan bisa jadi berubah kepedihan. Kesenangan bisa jadi berubah menjadi kesusahan. Tawa bisa saja berubah air mata. Mungkin karena perselingkuhan, suami menikah lagi, perceraian, kecelakaan atau kematian. Tak ada seorangpun yang tahu.
Banyak fakta bagaimana sepasang suami istri yang bahagia, tiba-tiba terpisah oleh ajal yang menjemput salah satu di antaranya. Banyak pula kejadian, pernikahan yang tiba-tiba gonjang ganjing karena sang istri jatuh cinta pada pria lain. Atau juga karena sang suami diam-diam menikah lagi. Ada yang langsung minta cerai karena tak mau dipoligami. Ada juga yang ikhlas dan hanya peduli dengan tatapanNya saja.
Tak dipungkiri juga, ada perceraian yang terjadi karena perselingkuhan yang saling berbalas. Dimulai oleh suami atau istri, lalu sang pasangan membalas selingkuh pula. Ya, banyak jalan menjadi perantara bagi takdir perpisahan. Cara-cara yang mungkin tak pernah terduga.
Istri Shalihah
Suami pada hakikatnya pun adalah ujian bagi seorang istri. Ujian cinta yang akan terus menerus Allah hadirkan. Apakah rasa cinta pada suami, akan membuat seorang istri menjadi wanita tangguh yang semakin menaatiNya. Atau justru menjadi wanita lemah, sehingga untuk sekedar mengingatkan suami atas kesalahan yang mungkin telah dilakukan pun tak berani. Atau justru kesalahan suami dibiarkan, untuk kemudian dipendam dan dijadikan hujah saat istri pun ikut-ikutan memilih melakukan kesalahan yang sama.
Ingatlah, istri adalah pakaian bagi suami. Tak perlu engkau ceritakan badai rumahtangga pada siapapun, termasuk pada kedua orang tua. Ayah ibu kita sudah begitu banyak pengorbanan untuk anak-anaknya. Tak perlu di masa tuanya ditambah beban, masih memikirkan kita. Tunjukkan bahwa kita tegar seorang diri menghadapi apa pun badai dan gelombang yang menerpa. Cukup Allah sebagai penolong, dan Dialah sebaik-baik penolong.
Bila suamimu yang justru tak bisa menjalankan fungsi sebagai pakaian bagimu, tak perlu wanita shalihah mengikuti jejaknya. Apalagi jika sang suami begitu mudah menceritakan kesalahan dan aibmu pada wanita lain yang ada di hatinya. Pada wanita idaman lain yang di masa depan pun belum tentu Allah takdirkan menjadi istri suamimu. Sabarlah. Allah maha melihat dan tahu segala perbuatan hamba. Manusia yang memilih menaatiNya, jelas berbeda dengan yang memilih tidak menaatiNya.
So, bagi istri shalihah, mari kita jadi wanita yang kuat menjalani hidup. Hidup yang pada hakikatnya adalah menari bersama alunan takdir, yang telah Allah tetapkan dalam Lauhul Mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan kita. Takdir Allah di luar kekuasaan manusia. Takdir perpisahan dengan suami pun bukan di tangan kita. Selama masih ada suami di sisi kita, jadilah seindah-indahnya perhiasan. Jadilah istri shalihah yang penuh khidmat dan ketaatan pada suami. Pastikan setiap langkah, ucap dan laku kita adalah dalam koridorNya, apa pun yang terjadi. Karena hal inilah yang sesungguhnya kelak akan Allah mintai pertanggungjawaban.
Renungkan sebuah perkataan Rasulullah yang amat indah ini, “Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya,” (Muttafaqun alaih).
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu.”
Bila engkau merasa telah didhalimi oleh sang kekasih, bersabarlah. Suami bukanlah malaikat yang tanpa cela. Seperti halnya dirimu pun bukan bidadari tanpa noda. Maafkanlah, dan nasihati untuk berubah. Namun bila segala nasihat pun tak berguna, tak perlu menganggap diri sebagai wanita paling malang di dunia. Kembalikan semua urusan pada Allah. Dia yang tak pernah tidur adalah Maha Adil dan Maha Melihat.
Ketika bahteramu hampir karam. Segala upayamu untuk menyelamatkannya tak juga berhasil. Mungkin memang telah tiba saatnya bagimu untuk berbagi mencari hakim yang adil, dan menyelesaikan semua. Menyerah untuk menang, untuk tetap menjagamu menjadi wanita shalihah yang mencintaiNya. Untuk tetap melindungimu dari tergelincir pada perbuatan dosa. Agar kesucianmu tetap terjaga. Agar hatimu tetap putih, tak terkotori oleh kebencian dan dendam.
Bagi wanita shalihah nan cantik hatinya yang belum punya suami atau telah kehilangan suami, tetaplah bahagia. Move on dengan memohon kekuatanNya. Dulu saat gadis kita pun pernah sendiri, tanpa seorang suami di sisi, maka jangan jadikan masalah jika takdir Allah menghendaki kita hidup sendiri lagi. Kemuliaan seorang wanita tidak dilihat dari dengan siapa ia menikah. Tidak dilihat dari apakah memiliki suami atau tidak. Tidak dilihat dari statusnya yang gadis, janda ataupun seorang istri. Maryam pun begitu mulia meski tak memiliki suami. Asiyah pun begitu mulia walau bersuamikan Fir’aun yang durhaka. Khadijah pun amat mulia saat menjalani takdir sebagai seorang janda. Karena sesungguhnya kemuliaan seorang wanita hanyalah dilihat dari ketakwaannya pada Allah azza wa jalla saja, bukan yang lain. Sungguh, engkau mulia hanya bila menaatiNya saja. Wallahu’alam.