Bolehkah Istri Menolak Berhubungan karena Letih Bekerja?

Advertisement
Bolehkah Istri Menolak Berhubungan karena Letih Bekerja?

FIQH AKTUAL | Zaman sekarang ini suami isteri yang bekerja adalah salah satu jalan yang dianggap terbaik untuk menguatkan ekonomi rumah tangga. Di kota-kota besar yang biaya hidupnya mahal, adakalanya pendapatan suami tidak mencukupi untuk membiayai semua “overhead” bulanan. Jadi untuk meringankan, isteri pun turut bekerja.

Suami dalam hal ini boleh memberi izin kepada isterinya berkerja dengan kerja-kerja yang sesuai dengan sifat fitrah seorang wanita. Kerja itu tidak melibatkan percampuran bebas antara kaum lelaki dan perempuan dan dalam batas-batas menutup aurat.

Karena bekerja, tentu seorang isteri akan mengalami kepenatan dan rasa lelash ini kadang-kadang sudah cukup baginya untuk tidak dapat melayani kehendak suaminya di malam hari ketika sudah sampai rumah.

Bagaimanapun seorang isteri yang diajak oleh suaminya untuk melakukan jima tidak boleh menolak ajakan ini. Jika ia menolak berarti ia telah bersikap durhaka kepada suaminya atau nusyuz kecuali jika ia sendiri uzur syar’i. Ada suami yang tak bisa menahan nafsu syahwatnya, sehingga jika dalam beberapa waktu tidak tersalurkan dengan baik, akan rusak pola yang ada dalam rumah tangga.

Berdasarkan hadis riwayat At-Tabrani isteri yang nusyuz tidak akan diterima shalatnya oleh Allah SWT. Dalam hadis riwayat Abu Dawud pula menjelaskan isteri yang nusyuz akan dilaknat oleh para malaikat. Al-Imam Az-Zahabi menjelaskan sebuah hadis dalam kitabnya Al-Kabair apabila seorang suami mengajak isterinya untuk melakukan jima tetapi sang istri enggan, ia akan dilaknat oleh malaikat sampai pagi.

Beliau juga mengemukakan sebuah hadis yang menjelaskan apabila seorang suami mengajak isterinya melakukan jima, hendaklah segera dipenuhi ajakan suaminya walaupun ia sedang memasak di dapur. Jika tidak dipenuhi, sudah pasti suami akan kecewa. Kekecewaan ini kadang-kadang membuat suami merasa hambar terhadap isteri dan akhirnya membuat hubungan yang renggang dalam keluarga.

Namun, ulama juga berpendapat adalah sesuatu yang kurang tepat dan kurang wajar jika hubungan jima dilakukan dalam keadaan salah satu pasangan lelah karena berkerja dan lain-lain. Tunggulah sehingga kepenatan itu hilang dahulu. Barulah lakukan jima yang akan menambahkan kenikmatan sama-sama apabila kedua-duanya sudah kembali segar semula.

Perlu diingat hidup ini memang sementara dan hendaknya kita menjaganya untuk terus bahagia. Jima hanya bagian dari kehidupan. Yang penting hak isteri dan suami dan anak-anak hendaklah dijaga supaya sama-sama dirahmatiNya.