Istri Pembohong, Haruskah Ditalak Tiga Sekalian?
Advertisement
FIQH AKTUAL | Seorang suami mengeluh, istrinya sering diam-diam membohonginya dan berutang kepada banyak orang. Sudah berkali-kali ia menutup utang yang bertumpuk itu. Hingga suatu saat ia tahu bahwa istrinya masih suka berutang diam-diam dan utang itu telah menumpuk lagi. Dia bertanya, bolehkah sesegera mungkin menceraikannya dengan talak tiga sekalian.
Ustadz yang kami hubungi menjawab sebagai berikut. Agar seorang suami tidak salah langkah, perlu diketahui bahwa Islam memang mensyariatkan perceraian dengan batasan-batasan yang jelas dan menjadikan perceraian itu di tangan suami. Artinya, suami memiliki hak untuk menceraikan istrinya jika ia mendapatkan sebab untuk menceraikan istrinya.
Kapan boleh cerai? Hukum asal perceraian adalah makruh, berdasarkan firman Allah,
“Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) menjatuhkan talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 227)
Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rahimahullah- menegaskan, “Ayat ini mengisyaratkan adanya ancaman bagi yang menceraikan istrinya, hal ini menunjukkan bahwa perceraian itu hal yang tidak dicintai Allah.” (Syarhul Mumti’ XIII/8)
Akan tetapi, perceraian dibolehkan jika memang suami membutuhkan perceraian, mungkin karena buruknya perangai istrinya atau perbuatan istrinya yang tidak ia sukai. Perlu diketahui juga, perceraian juga bisa haram, sunah, bahkan wajib. Semuanya dikembalikan kepada sebab perceraianya tersebut.
Jika seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan haid atau suami akan terjerumus dalam zina jika menceraikannya, maka perceraian dalam kondisi seperti ini hukumnya haram.
Jika seseorang menceraikan istrinya disebabkan lalainya istri terhadap kewajiban-kewajibannya terhadap Allah, seperti shalat atau bahkan mungkin istrinya tidak menjaga kesucian dirinya, maka meceraikan istri dalam kondisi seperti ini hukumnya sunah.
Bahkan perceraian bisa menjadi wajib hukumnya, yaitu ketika suami telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dan ia tidak mau rujuk dari perkataannya, atau ketika rumah tangga tidak mungkin disatukan kembali dan hakim telah memutuskan untuk memutus tali pernikahan mereka berdua.
Adapun kasus Akhi, maka hukumnya adalah boleh dan Antum tidak berdosa jika memilih untuk menceraikan istri. Tadi disebutkan bahwa talak saat suami tidak mampu bersabar menghadapi perilaku dan perbuatan istrinya adalah boleh. Namun, jika memang suami merasa kasihan terhadap anak-anak dan juga istri yang tinggal sendirian jauh dari keluarga, maka bagi suami dalam kondisi seperti ini bersabar lebih utama, yaitu bersabar untuk tidak menceraikan istrinya terlebih dahulu. Allah menegaskan,
“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (an Nisa’ : 19)
“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah, jika ia tidak menyukai satu perangainya, bisa jadi ia suka perangainya yang lain.” (Diriwayatkan oleh Muslim no: 1467).
Tetapi jika sikap istri masih tetap tidak berubah, maka talak merupakan solusi terakhir.